Halo, Hampa.

11:23:00 PM

Sudah hampir 2 dasawarsa aku menjalani kehidupanku di dunia ini.
Selama 20 kali 12 bulan ini, aku telah mengalami banyak kejadian dan transformasi dalam diriku, semua yang mulai menitipkan kepingan-kepingan dari puzzle yang bernama "aku". Kepingan-kepingan yang jatuh selalu berubah. Ada saat dimana kepingan-kepingan itu berwarna hijau, kemudian merah muda, ada lagi kuning, dan ada lagi hitam. Terkadang ketika aku menutup mata, aku melihat ke belakang dan aku menemukan banyak warna yang berbeda, dan hal itu menimbulkan sebuah pertanyaan besar yang tak pernah mampu kujawab.

Sebenarnya, aku ini warna apa?

Kembali. Jauh.
Ketika kubuka mataku, yang kulihat adalah sebuah rumah kecil berlantai satu, dimana ketika aku mencoba turun dari ranjang dan keluar dari kamar, seorang suster akan dengan ramahnya mendatangiku dan memberikanku kasih sayang layaknya anak sendiri. Kemudian aku akan bertanya, "mama mana?" dan akan segera menangis ketika tahu jawabannya adalah bahwa ibuku sedang pergi ke luar kota untuk mencari penghidupan bagiku. Aku akan menangis dan menangis sampai berhasil dibujuk bahwa aku akan mimpi buruk jika tidak berhenti menangis. Kemudian, aku akan dihibur oleh kakak perempuanku, dan diajak main. Kemudian putih. Kemudian mamaku menyayangiku. Memanjakanku. Dunia sangat indah. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Aku aman. Aku di rumah. Ada mamaku di sana untuk menjagaku. Kemudian putih.

Maju sedikit.
Aku bermain bersama dua teman dekat. Kami bermain kungfu-kungfuan. Aku berlari dengan baju putih-merah dan aku iri jika mereka bermain sendiri tanpaku.  Aku takut dengan anak-anak nakal di sekolah. Aku takut pada pelajaran olahraga. Aku dibanding-bandingkan dengan saudara-saudaraku, dan aku berusaha menyamai mereka. Aku tidak bisa tidur ketika malam dan terbangun saat subuh, kakak perempuanku menemani aku dan menenangkanku, "jangan takut ya dik". Aku pun tidur terlelap hingga pagi. Kemudian aku membuka sebuah buku yang kubuat dengan bungkus kertas metalik berwarna biru tua. Disana setiap bulan akan ada tulisan-tulisan dari aku bersama dengan beberapa orang temanku. Aku masih iri jika mereka mengesampingkanku. Di sana banyak memori yang kuukir dan aku berjanji pada diriku, bahkan aku yakin dengan hati bahwa aku tidak akan melupakan setiap keping momen yang kulewati bersama mereka. Bahwa sahabat akan jadi sesuatu yang selalu kuhargai. Sampai kapanpun dalam kehidupanku. Kemudian aku pulang ke rumah dijemput oleh ayahku, dan aku bahagia karena di dunia ini tempat yang paling aman adalah rumahku yang sederhana. Dan di rumah aku membuat sebuah dus menjadi "Box of Memories" dan kuisi dengan robekan uang yang menjadi awal pertemananku dengan salah orang sahabatku, dan benda-benda kecil lainnya yang dapat mengingatkanku ketika tua nanti momen-momen indah yang kulewati. Dan aku yakin akan menghargai persahabatan dan menyimpan memori-memori itu. Sampai aku tua, sampai kapanpun. Sampai kapanpun.

Buka mata, pejamkan kembali.
Sebelum aku berangkat di hari pertama itu, aku sudah  sangat siap dengan tas dengan model selempang yang sedang musim saat itu. Aku keren. Aku berambut jabrik yang akan membuat teman-teman wanita di sekolah menyukaiku. Aku menanyakan kepada kakak perempuanku gaya jalan yang keren. Aku ingin menjadi keren seperti kakakku, terkenal. Aku pun masuk ke kelas baruku dengan seragam putih-biru tua. Hari-hari pertama aku sangat bangga dan percaya bahwa akan banyak anak yang ingin berteman denganku, ternyata aku salah. Aku diteriaki di lorong-lorong, dan ketika aku kembali ke kelas, aku duduk sendiri di pojok kelas, dan beberapa saat kemudian ketika guru meminta kami membuat kelompok, aku akan menghadapi kecemasan yang sudah biasa aku hadapi karena akan mendapatkan kelompok sisa. Kemudian jam istirahat tiba, tiba waktunya untuk menyantap indomie telor kornet kesukaanku di kantin. Aku keluar kelas dan mendapati diriku diteriak-teriaki di lorong, "bukan, itu bukan aku" pikirku sambil menenangkan diri. Aku tahu itu aku, aku malu dan aku akan terus berjalan menuju ke kantin. Aku adalah orang yang kuat. Dan di kantin aku berusaha memfokuskan diriku untuk menikmati mie ketika seorang anak SMA merangkulku dan memintaku untuk mentraktirnya mie sebelum seseorang menyelamatkanku. Kemudian sekembalinya aku di kelas, aku menunggu jam pulang dengan tidak sabar, karena hari itu adalah hari yang cukup buruk. Dan saat di rumah, aku tak kuasa untuk menceritakan kepada mamaku, papaku, atau kakak perempuanku. Aku malu. Aku juga tidak punya teman. Kemudian ketika aku keluar rumah, ada seekor kucing dan setelah kuberi makan, akhirnya aku punya seorang sahabat kembali. Kemudian putih. "Aku tidak boleh takut, abaikan kata-kata itu dan aku akan baik-baik saja.." "Aku bukan yang mereka katakan.." Kemudian putih. Kemudian aku berdoa, dan aku menangis, berlutut. Aku meminta Tuhanku mengubah hidup yang kupegang saat itu, hidup yang berwarna biru keruh, yang penuh dengan rasa takut, malu, malu akan kulitku sendiri.

Kemudian putih.
Aku masuk ke pintu sekolah dengan ransel bermotif grafittiku yang baru kubeli di Singapura, dan ketika masuk aku disapa tiada henti oleh teman-teman dari berbagai kelas dan angkatan. Sesampainya di kelas, aku tidur dan tidak mendengarkan pelajaran sampai surat datang untuk mengeluarkanku dari kelas. Aku keluar dengan bangga ketika dilihat oleh teman-teman sekelas dan mendengar kata "Enaknya hidupmu!". Aku berlari ke depan aula sekolah untuk berlatih dance bersama teman-temanku sampai pulang sekolah. Teman-teman banyak yang berhenti untuk melihat ketika istirahat. Salah seorang teman meminta tolong untukku melakukan sesuatu yang bukan kepentinganku,namun aku tetap bersedia melakukannya. Aku ingin membantu banyak karena aku tidak ingin kesepian lagi. Dan hal itu cukup indah bagiku. Kemudian aku pulang dan langsung bersiap-siap, karena latihan bersama kru dance ku menyusul. Kemudian aku diantar temanku pulang dan aku malu bahwa aku harus bergantung dengan temanku. Kemudian putih. Kemudian aku tampil di salah satu pagelaran seni yang diadakan oleh kru dance ternama. Kemudian aku mendengar teriakan-teriakan, dan diantaranya aku mendengar namaku diteriakkan. Kemudian putih. Kemudian aku pergi dengan teman-temanku, dan salah seorang teman menanyakan bagaimana cara memiliki teman yang banyak. Saat itu juga aku sadar bahwa Tuhan telah mengubah hidupku. Dan saat itu juga, aku mulai mengubur masa-masa kelam yang kulalui sebelum itu dalam-dalam. Dan aku berterima kasih tiada hentinya pada Tuhan yang telah memberikan semuanya kepadaku. Aku ingin menginspirasi orang lain. Aku ingin membuat hidup orang lain berubah dengan melihat kuasa Tuhan itu atas hidupku.

Aku memijak tanah.
Dan aku melihat kakiku, tubuhku, diriku.
Semuanya sudah berubah.

Aku memakai sepatu tinggi hitam dengan celana hitam, baju hitam, dan jaket baseball hitam berlengan kulit yang membuatku merasa lebih kuat, lebih bold. Aku keluar rumah dan sekadar pamit dengan kedua orang tuaku, masuk ke mobilku dan menyetir entah kemana. Aku tidak ingin di rumah, aku ingin menjalani kesibukan dan membuat "aku" menjadi sesuatu yang dikenang dan membekas, tidak hanya bagi jalur kehidupanku sendiri, namun juga pada kehidupan orang banyak. Kemudian putih. Sesampainya aku di kampus, aku menyapa orang-orang yang kukenal yang berada di lift, dan aku naik ke kelas. Aku mempresentasikan sesuatu yang kupersiapkan dengan matang sebelumnya, karena aku harus terlihat perfect. Aku adalah anak yang memiliki intelijensi dan mereka sebaiknya tahu akan itu. Dan benar saja, aku berhasil. Aku berhasil menciptakan gambaran itu, atau setidaknya aku merasa aku berhasil dan hal itu membuatku puas. Namun kemampuan itu terasa fana.

Sekeluarnya dari kelas, aku duduk dan makan sendirian. Beberapa teman mengajakku makan bersama tapi aku menolak. Sepanjang aku makan, aku berhenti sejenak untuk menyapa teman-teman dari berbagai jurusan dan angkatan yang datang dan pergi. Ketika aku kembali ke kampus dan menaiki lift, namaku dipanggil oleh orang yang tidak kukenal dan dia mengajakku berbicara. Aku ingat kehidupanku sudah berubah, namun aku tidak sebersyukur saat itu.

Kemudian aku latihan menari, sama seperti sebelumnya. Namun aku sudah tidak memiliki impian setinggi itu. Menari hanyalah olahraga dan hobi bagiku, sesuatu yang mengubah hidupku dan sekarang membuatku bersalah karena tidak kukembangkan seperti dulu karena pertanyaan yang tidak pernah menemukan jawabannya, "apakah ini passion yang akan mendapat porsi besar dan penting di kehidupanku mendatang?". Kemudian selesai latihan aku mengikuti rapat organisasi. Di sana aku berusaha menunjukkan keaktifan, kefasihanku berkoordinasi, dan juga tanggung jawab. Dan dengan prestasi-prestasi yang selama ini berusaha kuciptakan, aku belum pernah merasa benar-benar mampu. Dan aku merasa bahwa semuanya hanya keberuntungan belaka dan orang-orang yang berada di tempat yang tepat. Lagi-lagi, kemampuan itu terasa fana. Aku tidak pernah tahu apakah aku benar-benar mampu atau hanya kepintaran memanipulasi impresiku yang menolongku. Kemudian aku tahu bahwa tidak akan kutemukan jawabannya detik itu juga dan tiba waktunya untuk pulang.

Waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam. Aku melanjutkan pergi jalan-jalan dengan teman-teman  yang sebenarnya aku tidak ingin melewatkan waktu bersama mereka. Namun aku tetap pergi, karena aku sudah terlanjur basa-basi dan tempat itu cukup eksis saat itu. Selama pergi aku menyesali dan berpikir lebih baik aku belajar menahan basa-basi dan hanya mengajak pergi teman-teman yang benar-benar kunikmati waktu bersama mereka. Aku pulang dengan keadaan telah terkuras dengan waktu yang tidak nyaman. Selama di perjalanan, aku memikirkan diriku, aku memikirkan apa yang akan kulakukan besok, aku memikirkan bagaimana impresi-impresi yang kubuat tadi. Dan sesampainya di rumah, ketika mama dan kakak perempuanku menanyakan tentang jadwalku besok, aku menjawab dengan kasar karena aku sudah lelah dan aku telah berubah menjadi orang yang blak-blakan. Melakukan itu, aku tidak pernah merasa terlalu bangga. Kemudian putih.
Kemudian semua hal-hal itu terulang esoknya, dan esoknya lagi, dan esoknya lagi. Meskipun dengan pengaturan yang berbeda-beda, namun dengan perasaan dan pertanyaan yang serupa.

Aku sudah lupa dengan rumah sebagai tempat teraman di dunia. Aku sudah lupa akan benda-benda yang kuletakkan dalam Box of Memories itu. Aku sudah lupa bahwa dulu aku tidak punya siapa-siapa dan hanya bisa mencari Tuhan untuk menangis. Aku sudah lupa bahwa dahulu aku adalah orang yang sabar dan ringan tangan yang ingin menginspirasi orang lain dengan kehidupanku. Aku sudah lupa semuanya.

Dan sekarang warna kepingan-kepingan itu hanyalah bagian kecil dari puzzleku yang berwarna abu-abu pekat. Dan aku berharap agar kepingan-kepingan selanjutnya akan berwarna lebih cerah. Abu-abu selalu membuatku merasa lebih kuat, lebih terbuka, lebih memiliki pijakan sehingga aku dapat berdiri kokoh. Namun abu-abu juga tidak memiliki kelembutan, perasaan tenang dan aman, dan abu-abu juga membuatku kehilangan imajinasi.

Aku ingin menukar kepingan-kepingan itu dengan apa yang ada di belakang. Lebih banyak lagi kepingan yang ada di belakang.

Aku tidak tahu apa yang ingin kuutarakan dengan semua ini.
Semua kepingan acak dan tidak beraturan dari kehidupan yang kujalani.

Memang hidupku tidak semengenaskan itu. Dan aku masih bisa tertawa dalam keseharianku.
Namun sebagai manusia yang belum menemukan dirinya, ada saat-saat seperti ini dimana pertanyaan itu menggedor dengan keras serta membuatku terdiam dan berpikir.
Jadi aku ingin bertanya,
dan aku ingin mendapatkan jawaban agar semuanya dapat terlihat lebih baik.







Jadi, hampa,
apakah jawaban untuk pertanyaan yang juga tidak kuketahui ini?

You Might Also Like

2 feedbacks

  1. Have you found the answer?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hello, sorry for the late answer.
      I guess I haven't found it yet, but I guess the answer could take a lifetime to come. :)
      Thanks for reading anyway!

      Delete