I Forgive You.

6:13:00 PM

Hari ini, saya baru saja menyelesaikan membaca sebuah buku, Secangkir Kopi Bully oleh Paresma Elvigro. Seorang dosen memberikannya pada saya beberapa bulan lalu sebelum ia pergi ke luar negeri untuk studi lebih lanjut.

Saya mulai membaca buku tersebut, dan lembar demi lembar menyelami kisah-kisah bullying yang dialami oleh penulis. Sedikit demi sedikit, dalam benak saya muncul gambaran-gambaran ringkas pengalaman bullying yang saya alami sendiri. Saya sudah melangkah jauh. Bahkan, entah mengapa saya merasa ingatan saya tidak terlalu banyak tentang pengalaman tersebut. Mungkin saya telah membenamnya, merepresinya dalam-dalam ke alam bawah sadar saya. Yang penting adalah yang sekarang, saya sudah bebas.

Ketika sampai pada bab terakhir pada buku tersebut, judulnya menjadi cukup menarik bagi saya. "Fase Penyembuhan". Saya tidak pernah mengamati dengan seksama fase penyembuhan diri saya sendiri. Yang saya tahu adalah saya berdoa, menemukan dance sebagai bakat saya, dan saya menjadi merasa berharga karenanya; dari situlah saya terbebas dari bullying. Self-esteem menyelamatkan saya dari kubangan tersebut. Pada bab terakhir tersebut, dipaparkan langkah-langkah untuk menyembuhkan diri dari bullying. Saya mulai membaca dari langkah pertama, kedua, ketiga,-- langkah-langkah yang membimbing seorang korban bullying untuk belajar menerima dirinya, mengetahui kelebihan dan kekurangannya, dan lain sebagainya. Saya sudah melalui itu. Langkah keempat, dimana korban dibimbing untuk menggali potensi yang dimiliki. Saya pun sudah melalui itu. Kemudian saya meneruskan membaca dengan mulai sombong dan merasa seimbang dengan si penulis, sampai saya menemukan langkah keenam.

Langkah keenam adalah move on dan memaafkan para pembully saya.
Apa yang saya baca membuat saya terhenyak. Mungkin saya telah move on, telah hidup dengan lingkungan sosial yang baik, mengembangkan kemampuan saya di berbagai bidang, berprestasi dengan baik. Namun saya melupakan satu langkah besar: memaafkan. Dalam benak saya, mulai timbul berbagai pertanyaan. Memaafkan? Saya tidak pernah melakukan "memaafkan". Apakah itu harus? Bukankah yang penting kita sudah menjalani dan memaksimalkan hidup masing-masing? Masih perlukah ritual memaafkan? Saya bahkan tidak tahu bagaimana caranya.

Selesainya membaca, saya letakkan buku itu. Saya berlutut, dan mencoba memejamkan mata.
Saya mencoba mengorek apa yang saya kubur dalam-dalam. Tiba-tiba, pikiran ini kembali ke hari-hari yang tidak mau saya ingat. Saya kembali bertemu dengan kalian. Saya sebut nama kalian satu persatu dalam benak saya: V, R, L, D, I, A. Saya memberanikan diri tenggelam kembali dalam hari-hari itu dan mulai berbicara pada kalian.



Saya tidak pernah benar-benar memaafkan kalian. Mungkin saya sudah hidup dengan baik, kita sudah menjalani hidup masing-masing, tapi saya menyadari bahwa selama ini yang saya lakukan adalah menutup luka tersebut. Menutup dan menumpuknya dengan selimut-selimut kepercayaan diri. Saya menutup mata pada kenyataan bahwa di balik lapisan-lapisan tersebut, sesungguhnya terdapat parasit-parasit kecil berwarna hitam yang tertinggal dan tanpa saya sadari, menggerogoti diri saya. Sekarang, saya akan melepaskannya.

V, R, dan kawan-kawan kalian.
V, kamu pasti merasa jijik terhadap saya. Saya minta maaf. Kamu pasti jijik karena saya tidak berperilaku seperti seharusnya. Namun saya mau mencoba mengerti, bahwa ketika itu kamu masih anak-anak. Kamu mengatakan apa yang ingin kamu katakan. Saya tidak tahu seperti apa kamu sekarang, tapi saya ingin memaafkanmu.
Saya sangat takut terhadap kalian. Saya takut berpapasan dengan kalian, ataupun sekadar berada di tempat yang sama dengan kalian. Setiap kali melewati koridor sekolah dan harus berpapasan dengan kalian, saya akan berusaha tidak melihat kalian. Meski sudah berusaha demikian pun, kalian akan tetap menangkap saya dan meneriaki saya. Tahukah kalian, bahwa seketika itu juga kalian menghancurkan saya?
Namun demikian, semua itu adalah masa lalu. Kita sama-sama masih kecil. Bila dilihat sekarang, kalian telah menciptakan kebutuhan berprestasi yang tinggi dalam diri saya. Kebutuhan untuk selalu stay above, dan saya sangat menikmati itu.
Untuk itu, saya sangat berterimakasih kepada kalian.
Dan meski saya tidak dapat menyatakan ini secara langsung,
saya memaafkan kalian.

L, D, I, A.
Saya memang tidak pandai dalam olahraga. Saya juga tidak tertarik dengan otomotif. 
Kalian telah memaksa saya untuk terbang ketika saya adalah seekor ikan. Adalah saat yang memalukan ketika saya harus tetap ikut berolahraga dan ditertawakan, atau berpura-pura tertarik dengan otomotif atau menonton pertandingan bola dimana saya tidak tertarik sama sekali. Saya minta maaf.
Namun demikian, semua itu adalah masa lalu. Dari kalian, saya juga mendapatkan banyak hal. Pengalaman untuk pergi ke tempat-tempat yang tidak pernah saya kunjungi sebelumnya, belajar untuk menjadi asertif, terorganisir, dan terlebih lagi menjadi proaktif dalam segala hal. Itu semua adalah pelajaran yang sangat berharga bagi saya.
Untuk itu, saya sangat berterima kasih kepada kalian,
dan saya memaafkan kalian.

Kepada semua pembully saya.
Saya ingin memaafkan kalian sekarang.  Saya ingin melepaskan parasit-parasit kecil berwarna hitam yang telah melekat dalam diri saya.  Saya ingin melepaskan semua rasa sakit, semua kebencian saya terhadap kalian.
Saya memaafkan kalian. Dan terima kasih telah membuat saya menjadi siapa diri saya sekarang.

Kepada Tuhan yang Di Atas Sana.
Jika Engkau mendengarkan ini, ijinkanlah saya untuk memaafkan mereka. Mohon ijinkanlah saya memaafkan dengan tulus dan ikhlas. Saya tidak mau membenci mereka lagi. Terima kasih atas pengalaman hidup yang begitu berharga. Terimakasih untuk noda-noda hitam yang melengkapi warna dalam kertas putih saya. Terima kasih bahwa pada masa yang kelam tersebut, Engkau menguatkan saya. Engkau membuat saya tetap dapat berdiri tegak, dan menghancurkan tembok-tembok di hadapan saya. Saya siap untuk petualangan lain di depan, dan saya mohon Engkau tetap menyertai saya sampai akhir.



Setelah semua itu selesai, saya buka mata saya. Dengan itulah, saya mencoba melakukan ritual "memaafkan".
Saya tidak tahu apakah saya melakukannya dengan benar. Saya juga tidak tahu apa dampak dari waktu yang saya sediakan untuk ini. Namun saya ingin berterima kasih pada penulis atas pengalaman yang dibagikan serta untuk mengenalkan saya pada "memaafkan", dan juga dosen saya karena telah memberikan buku ini untuk membuka pikiran dan memperluas dunia saya.


Apakah kamu sudah move on dari suatu hal? Sudahkah kamu melakukan "memaafkan"? Jika belum, cobalah untuk menyisihkan sedikit waktu melakukannya. Siapa tahu, kamu dapat menyembuhkan luka yang bahkan tidak pernah kamu sadari sebelumnya.

You Might Also Like

6 feedbacks

  1. Hi Re :)

    Glad to read this post.

    Ada satu "mantra" Hawai yang bisa dipakai untuk membuat lebih sejahtera secara psikologis, yaitu Ho’oponopono.

    Singkatnya "mantra" ini ditujukan kepada diri kita sendiri dan berarti:
    ”Saya mengasihimu.”
    ”Saya menyesal.”
    ”Mohon maafkanlah saya.”
    ”Terima kasih.”

    (sumber: http://thehooponopono.blogspot.com.au/2009/06/kebenaran-menakjubkan-tentang_17.html )
    ------

    May the peace be with you, buddy :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah makasih pak dosen pemberi buku.

      Makasih juga referensi barunya. Saya sudah baca-baca sedikit. :)
      Sukses selalu.

      Delete
  2. agak merinding pas baca doa-doa memaafkan yg reinhard tuliskan itu

    semoga Reinhard selalu sukses dan kesuksesan itu mudah2an menjadi hadiah untuk mereka yg telah kamu maafkan ^_^
    makasih ya reviewnya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya kak, amin. :) Semoga mereka juga mengalami kesuksesan juga.
      Good luck for everything you do!

      Delete
  3. I am speechless. I got my memories recalled. I hope I can do just the same like you did today. Thanks for sharing, Re. :)

    ReplyDelete